PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 1999
TENTANG
PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa
rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya
kesehatan bagi individu maupun masyarakat, oleh karena itu diperlukan berbagai
kegiatan pengamanan rokok bagi kesehatan;
b. bahwa
sehubungan dengan hal tersebut di atas, serta sebagai salah satu pelaksanaan
ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan;
Menginga:
1. Pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembagan Negara Nomor 3495);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Rokok
adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya
yang dihasilkan dari tanaman Nicotiona tabacum, Nicotiana rustica dan spesies
lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa
bahan tambahan.
2. Nikotin
adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nicotiana
tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sentetisnya yang bersifat
adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan.
3. Tar
adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik.
4. Pengamanan
rokok adalah setiap kegaitan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah
dan atau menangani dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung
terhadap kesehatan.
5. Produksi
adalah kegiatan atau proses menyiapan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas,
mengemas kembali dan atau mengubah bentuk bahan baku menjadi rokok.
6. Iklan
rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan atau
mempromosikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan
mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan, yang selanjutnya
disebut Iklan.
7. Label
rokok adalah setiap keterangan mengenai rokok yang berbentuk gambar, tulisan,
kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada rokok, dimasukkan ke
dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan rokok, yang selanjutnya
disebut Label.
8. Tempat
umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan
yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat.
9. Tempat
kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
10. Angkutan
umum adalah alat angkut bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air
dan udara.
11. Kawasan
tanpa rokok adalah ruangan atau cara yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
produksi, penjualan, Iklan promosi dan atau penggunaan rokok.
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung
jawab di bidang kesehatan.
13. Setiap
orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun tidak.
BAB III
PENYELENGGARAAN PENGAMANAN ROKOK
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Penyelenggaraan
pengamanan rokok bagi kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat
penggunaan rokok bagi individu dan masyarakat dengan:
a. melindungi
kesehatan masyarakat terhadap insiden penyakit yang fatal dan penyakit yang
dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok.
b. melindungi
penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan untuk penggunaan
rokok dan ketergantungan terhadap rokok;
c. meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap
penggunaan rokok.
Pasal 3
Penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan dengan
pengaturan:
a. kadar
kandungan nikotin dan tar;
b. persyaratan
produksi dan penjualan rokok;
c. persyaratan
Iklan dan promosi rokok;
d. penetapan kawasan tanpa rokok.
Bagian Kedua
Kadar Kandungan Nikotin dan Tar
Pasal 4
(1) Kadar
kandungan nikotin dan tar pada batang rokok yang beredar di wilayah Indonesia tidak
boleh melebihi kadar kandungan nikotin 1,5 mg dan kadar kandungan tar 20 mg.
(2) Pemeriksaan kadar kandungan nikotin dan tar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan tata cara metode pemeriksaan
yang berlaku.
Pasal 5
Setiap orang yang memproduksi rokok wajib melakukan
pemeriksaan kadar kandungan nikotin dan tar pada setiap hasil produksinya.
Bagian Ketiga
Keterangan pada Label
Pasal 6
(1) Setiap
orang yang memproduksi rokok wajib mencantumkan keterangan tentang kadar
kandungan nikotin dan tar pada Label dengan penempatan yang jelas dan mudah
dibaca.
(2) Pencantuman keterangan tentang kadar kandungan
nikotin dan tar sebagiamana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan
sebagai berikut:
a. dicantumkan pada setiap kemasan rokok pada
sisi kecil;
b. dibuat kotak dan garis pinggir hitam 1 mm
dengan dasar kotak berwarna putih;
c. tulisan digunakan warna hitam dengan ukuran 3
mm.
Pasal 7
Selain
pencantuman kadar kandungan nikotin dan tar pada setiap kemasan rokok, setiap
orang yang memproduksi rokok harus melakukan kegiatan pengamanan produk rokok
yang dihasilkan meliputi:
a. pencantuman kode produksi pada setiap kemasan
rokok;
b. pencantuman
tulisan peringatan kesehatan pada Label di bagian kemasan rokok yang mudah
terlihat dan terbaca.
Pasal 8
(1) Peringatan
kesehatan pada setiap Label harus berbentuk tulisan.
(2) Tulisan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa "merokok dapat menyebabkan
kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin;
(3) Perubahan
atau penambahan tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih
lanjut oleh Menteri.
Pasal 9
(1) Tulisan
peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dicantumkan
dengan jelas pada Label di bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca.
(2) Tulisan
peringatan kesehatan dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. dicantumkan pada setiap kemasan pada sisi
lebar;
b. dibuat kotak dengan garis hitam 1 mm dengan
dasar kotak berwarna putih;
c. tulisan
digunakan warna hitam dengan ukuran huruf 3 mm.
Bagian Keempat
Produksi dan Penjualan Rokok
Pasal 10
Setiap orang yang memproduksi rokok wajib memiliki izin di bidang
perindustrian.
Pasal 11
(1) Setiap
orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan dalam proses
produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut tentang bahan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 12
(1) Tembakau
yang digunakan untuk produksi rokok harus diolah agar kadar kandungan nikotin
dan tar pada produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4.
(2) Menteri
yang bertanggung jawab di bidang perkebunan atau pertanian tembakau menggerakan
dan mendorong digunakannya ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan
tembakau dengan kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
perkebunan dan pertanian tembakau.
Pasal 13
(1) Menteri
yang bertanggung jawab di bidang perindustrian menggerakkan, mendorong dan
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses produksi rokok untuk
menghasilkan produk rokok dengan kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Ketentuan
lebih lanjut yang diperlukan mengenai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam proses produksi rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian.
Pasal 14
Produk rokok yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi
kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 serta
pencantuman kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dan persyaratan tanda peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 15
(1) Semua
produk rokok sebelum diedarkan wajib didaftarkan pada Departemen yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan.
(2) Pendaftaran semua produk rokok dilakukan
dengan membuktikan kadar kandungan nikotin dan tar memenuhi ketentuan Pasal 4.
(3) Pendaftaran
dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok atau yang memasukkan rokok
ke dalam wilayah Indonesia yang mempunyai lisensi dari pihak yang memproduksi
di negara asal.
(4) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan
mengenai tata cara pendaftaran diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 16
(1) Penjualan
rokok dengan menggunakan mesin layan diri hanya dapat dilakukan di
tempat-tempat tertentu.
(2) Ketentuan
lebih lanjut yang diperlukan mengenai penjualan rokok dengan menggunakan mesin
layan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Bagian Kelima
Iklan dan Promosi
Pasal 17
(1) Iklan
dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi
rokok dan atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia.
(2) Iklan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di media cetak atau
media luar ruangan.
Pasal 18
Materi Iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilarang:
a. merangsang atau menyarankan orang untuk
merokok;
b. menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok
memberikan manfaat bagi kesehatan;
c. memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk
gambar, tulisan atau gabungan keduannya, rokok atau orang sedang merokok atau
mengarah pada orang yang sedang merokok;
d. ditujukan terhadap atau menampilkan dalam
bentuk gambar atau tulisan anak dan atau wanita hamil;
e. mencantumkan
nama produk yang bersangkutan adalah rokok.
Pasal 19
Iklan tidak boleh
bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 20
(1) Setiap
Iklan pada media cetak atau media luar ruangan harus mencantumkan peringatan
bahaya merokok bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pencantuman
peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditulis dengan huruf yang
jelas sehingga mudah terbaca, dan dalam ukuran yang proporsional disesuaikan
dengan ukuran Iklan tersebut.
Pasal 21
Setiap orang yang memproduksi rokok dan atau memasukkan rokok ke dalam
wilayah Indonesia
dilarang melakukan promosi dengan memberikan secara cuma-cuma atau hadiah
berupa rokok atau produk lainnya dimana dicantumkan bahwa merek dagang tersebut
merupakan rokok.
Pasal 22
(1) Setiap
orang yang memproduksi rokok dan atau memasukkan rokok ke dalam wilayah
Indonesia, dalam melakukan promosi rokok pada suatu kegiatan harus memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 20.
(2) Pimpinan
atau penanggung jawab suatu kegiatan berkewajiban menolak bentuk promosi rokok
yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 17 dan Pasal 20.
Bagian Keenam
Kawasan Tanpa Rokok
Pasal 23
(1) Tempat
umum dan atau tempat kerja yang secara spesifik sebagai tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, kegiatan ibadah
dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok.
(2) Dalam
angkutan umum dapat disediakan tempat khusus untuk merokok dengan ketentuan:
a. lokasi
tempat khusus untuk merokok terpisah secara fisik/tidak bercampur dengan
kawasan tanpa rokok pada angkutan umum yang sama;
b. dalam
tempat khusus untuk merokok harus dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki
sistem sirkulasi udara yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.
Pasal 24
Pimpinan atau penanggung jawab tempat umum dan tempat kerja harus
mengupayakan terbentuknya kawasan tanpa rokok.
Pasal 25
Pimpinan atau penanggung jawab tempat umum
atau tempat kerja yang menyediakan tempat khusus untuk merokok harus
menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak mengganggu kesehatan bagi yang
tidak merokok.
BAB III
PERAN MASYARAKAT
Pasal 26
Masyarakat, termasuk setiap orang yang
memproduksi rokok dan setiap orang yang memasukkan rokok ke dalam wilayah
Indonesia, memiliki kesempatan unutk berperan seluas-luasnya dalam rangka
mewujudkan derajad kesehatan yang optimal melalui terbentuknya kawasan tanpa
rokok pada tempat umum, tempat kerja dan angkutan umum.
Pasal 27
Peran masyarakat diarahkan untuk
meningkatkan dan mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
Pasal 28
Peran masyarakat dapat dilakukan secara
perorangan, kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau organisasi
yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 29
Peran masyarakat dilaksanakan melalui:
a.pemikiran
dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan atau pelaksanaan
program pengamanan rokok bagi kesehatan;
b.penyelenggaraan,
pemberian bantuan dan atau kerja sama dalam kegiatan penelitian dan
pengembangan penanggulangan bahaya merokok terhadap kesehatan;
c.pengadaan
dan pemberian bantuan sarana dan prasarana bagi penyelenggara pengamanan rokok
bagi kesehatan;
d.keikutsertaan
dalam pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada
masyarakat berkenaan dengan penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan;
e.kegiatan
pengawasan dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
Pasal 30
Peran masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan berpedoman
pada kebijaksanaan pemerintah dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 31
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat,
Menteri bekerja sama dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
penerangan/informasi dan instansi terkait lainnya untuk menyebarluaskan
informasi dan pengertian berkenaan dengan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 32
Menteri dan Menteri terkait melakukan
pembinaan atas pelaksanaan
pengamanan rokok bagi kesehatan dengan mendorong
dan menggerakan:
a.produk
rokok memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
b.terwujudnya
kawasan tanpa rokok;
c.berbagai
kegiatan untuk menurunkan jumlah perokok.
Pasal 33
Pembinaan atas penyelenggaraan pengamanan
rokok bagi kesehatan dilaksanakan melalui pemberian informasi dan penyuluhan
dan pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Pasal 34
(1)Menteri dan Menteri terkait dalam
melakukan pembinaan penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan
dapat:
a.secara
sendiri atau bekerja sama menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk pembinaan
dalam penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan;
b.bekerja
sama dengan badan atau lembaga internasional atau organisasi kemasyarakatan
untuk menyelenggarakan pengamanan rokok bagi kesehatan;
c.memberikan
penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam membantu
pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan.
(2)Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perkebunan dan atau pertanian tembakau mendorong dilaksanakan
diversifikasi tanaman tembakau.
(3)Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perindustrian mendorong dilaksanakan diversifikasi industri rokok ke
industri lain yang tetap memungkinkan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 35
Menteri dan Menteri terkait melakukan
pengawasan atas pelaksanaan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan.
Pasal 36
(1)Menteri
dan Menteri terkait dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2)Tindakan administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 37
(1)Barang siapa memproduksi dan atau
meng-edarkan rokok yang tidak memenuhi kadar kandungan nikotin dan tar, dan atau
persyaratan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal
8, Pasal 9, Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 dan atau Pasal 18 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal
82 ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
(2)Barang siapa melanggar ketentuan
Pasal 15, Pasal 20 dan atau Pasal 21 dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp. 100.000.000,000 (seratus juta rupiah) sesuai dengan Pasal 86 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
(1)Produk lain yang mengandung
Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya dan atau hasil olahannya
termasuk pembuatan sintetis yang jenis dan sifatnya sama atau serupa dengan
yang dihasilkan oleh Nicotiana spesiesnya termasuk dalam ketentuan peraturan
ini.
(2)Produk lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
(1)Setiap orang yang memproduksi rokok
buatan mesin atau yang memasukkan rokok buatan mesin ke dalam wilayah Indonesia
yang telah ada pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini harus
menyesuaikan persyaratan atas kadar maksimum kandungan nikotin dan tar sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat dalam waktu 2 (dua)
tahun setelah ketentuan ini ditetapkan.
(2)Setiap orang yang memproduksi rokok
buatan tangan yang telah ada pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini
harus menyesuaikan produksinya dengan persyaratan kadar maksimum kandungan
nikotin dan tar sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat:
a.5 (lima)
tahun untuk setiap orang yang memproduksi rokok yang tergolong dalam industri
besar; dan
b.10 (sepuluh) tahun untuk setiap orang
yang memproduksi rokok yang tergolong dalam industri kecil.
(3)Setiap orang yang memproduksi rokok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) selama masa peralihan baik sendiri
maupun bersama-sama melakukan berbagai kegiatan berupa penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi, diversifikasi tanaman tembakau dan upaya lain yang
dapat menghasilkan produk sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 40
Menteri dan Menteri yang bertanggung jawab
di bidang pertanian dan atau perkebunan tembakau, Menteri yang bertanggung
jawab di bidang perindustrian selama masa peralihan sebagaimana dalam Pasal 39
secara sendiri maupun bersama-sama setiap orang yang memproduksi rokok
melakukan berbagai upaya agar kadar kandungan nikotin dan tar produk rokok
memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini
maka semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan
pengamanan rokok bagi kesehatan yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 42
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 5 Oktober 1999
MENTERI
NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDOENSIA,
ttd.
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1999 NOMOR 186
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 1999
TENTANG
PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN
UMUM
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu
upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajad
kesehatan yang optimal.
Untuk mewujudkan derajad kesehatan yang
optimal bagi masyarakat tersebut, diselenggarakan berbagai upaya kesehatan
dimana salah satu upaya dimaksud adalah pengamanan rokok zat adiktif yang
diatur dalam Pasal 44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehtan. Rokok
merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya
kesehatan bagi individu dan masyarakat, oleh karena dalam rokok terdapat kurang
lebih 4.000 (empat ribu) zat kimia antara lain nikotin yang bersifat adiktif
dan tar yang bersifat karsinogenik yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit
antara lain kanker, penyakit jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema,
bronkitis kronik dan gangguan kehamilan.
Dalam rangka pengingkatan upaya
penanggulanan bahaya akibat merokok dan juga implementasi pelaksanaannya di
lapangan lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan peraturan-peraturan
perundang-undangan dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Rokok
Bagi Kesehatan dengan tujuan:
1.melindungi
kesehatan dari bahaya akibat merokok;
2.membudayakan
hidup sehat;
3. menekan
perokok pemula;
4. melindungi
kesehatan perokok pasif.
Menurut estimasi World Health
Organization (WHO) jumlah perokok di dunia diperkirakan sebanyak 1,1 miliar,
dimana sepertiganya berumur 156 tahun dan 800 juta diantaranya berada di negara
berkembang.
Kencenderungan
peningkatan jumlah perokok terutama kelompok anak/remaja disebutkan oleh
gencarnya iklan dan promosi rokok di berbagai media massa.
Pengamanan rokok bagi kesehatan perlu
diselenggarakan pada tempat umum, tempat kerja dan angkutan umum yang
dilaksanakan dengan penetapan kadar kandungan nikotin dan tar yang boleh ada
pada setiap rokok yang beredar, produksi dan penjualan rokok, periklanan dan
promosi rokok dan penetapan kawasan tanpa rokok.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa
iklan rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan.
Ketentuan mengenai Iklan tersebut juga
perlu memperhatikan ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 24
Tahun 1997 tentang Penyiaran, yang menyembunyikan bahwa siaran iklan niaga
dilarang memuat iklan minuman keras dan sejenisnya bahan/zat adiktif serta
iklan yang menggambarkan penggunaan rokok.
Peran serta masyarakat dalam upaya
pengamanan rokok bagi kesehatan perlu ditingkatkan sehingga akan terbentuk
kawasan rokok di semua tempat/sarana.
Pembinaan dan pengawasan oleh Menteri
Kesehtan atas pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan dalam
berbagai bidang melalui pemberian informasi dan penyuluhan, dan pengembangan
kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Pelanggaran ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana sesuai
dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pengamanan
rokok bagi kesehatan ini juga perlu dilaksanakan secara terpadu dalam lintas
sektor yang terkait. Oleh
karena itu peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pengamanan
rokok ini perlu diperhatikan seperti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian,
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-undang Nomor 11
Tahun 1995 tentang Cukai, Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran,
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun
1997 tentang Ketenagakerjaan serta Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Merokok merupakan kesehatan baik bagi
perokok itu sendiri maupun orang lain disekitarnya yang tidak merokok (perokok
pasif). Perokok mempunyai risiko 2-4 kali lipat untuk terkena penyakit koroner
dan risiko lebih tinggi untuk kematian mendadak.
Perlindungan
terhadap perokok pasif perlu dilakukan mengingat risiko terkena penyakit kanker
bagi perokok pasif 30% (tiga puluh persen) lebih besar dibandingkan dengan
perokok itu sendiri. Perokok pasif juga dapat terkena penyakit lainnya seperti
jantung iskemik yang disebabkan oleh asap rokok.
Pasal 3
Huruf a
Kadar
maksimum kandungan nikotin dan tar pada setiap batas rokok yang beredar perlu
ditetapkan. Nikotin dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah termasuk
pembuluh darah koroner yang memberi oksigen pada jantung. Karena penyempitan
pembuluh darah maka jantung akan bekerja keras, sehingga memerlukan oksigen
lebih banyak yang menyebabkan aliran darah dipercepat dan terjadi kenaikan
tekanan darah. Jika terjadi penyumbatan arteri koroner, tidak ada aliran
oksigen ke otot jantung yang mengakibatkan serangan jantung. Tar bersifat karsinogenik menyebabkan
penyakit kanker.
Huruf b
Sebelum dan
sesudah diproduksi tembakau dan atau rokok harus diperiksa kadar kandungan
nikotin dan tar sesuai dengan batas yang dipersyaratkan.
Penjualan rokok perlu diatur agar tidak
memberikan kemudahan bagi anak untuk memperoleh rokok.
Huruf c
Iklan
dan promosi rokok perlu diatur karena dapat mendorong bertambahnya perokok
pemula.
Iklan
rokok juga harus memperhatikan tatakrama periklanan antara lain:
Iklan harus
jujur, tidak menyesatkan, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Huruf d
Dalam
rangka melindungi kesehatan individu dan masyarakat dari bahaya akibat merokok,
Pemerintah melakukan upaya penanggulangannya diantaranya pengaturan penetapan
kawasan tanpa rokok.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Bahan
tambahan yang dimaksud antara lain penambahan rasa, penambahan aroma, pewarna
dan obat-obatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dengan
digunakannya ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan hasil strain tembakau
dengan kadar kandungan nikotin dan tar rendah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Pendaftaran
dimaksudkan sebagai bagian dari pemeriksaan administratif atas pemenuhan
persyaratan kadar kandungan nikotin dan tar pada produk rokok yang didaftarkan.
Selain
itu, persetujuan pendaftaran berlaku pula sebagai rekomendasi untuk memperoleh
Nomor Pokok Pengusaha Kena Cukai (NPPBKC).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Dalam
menentukan lokasi penempatan mesin layan diri (vending machine) dimaksud perlu
dipertimbangkan agar lokasi jauh dari jangkauan anak-anak.
Ayat (2)
Penentuan
lokasi kegiatan dengan memperhatikan jarak dengan kawasan tanpa rokok yang
bersifat absolut.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud media luar ruangan antara lain billboard dan media elektronik
(billboard elektronik) yang berada di luar ruangan.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Norma yang
berlaku dalam masyarakat adalah norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan.
Pasal 20
Ayat (1)
Pencantuman
peringatan dimaksud pada Pasal ini hendaknya mengacu pada tulisan peringatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Sebagaimana telah disebutkan dalam
Penjelasan Umum, rokok merupakan salah satu zat adiktif yang penggunaannya
dapat mengakibatkan bahaya bagi individu dan masyarakat, baik selaku perokok
aktif maupun perokok pasif, karena dalam rokok terdapat 4.000 (empat ribu) zat
kimia, antara lain adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat
karsinogenik yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit seperti kanker,
penyakit jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, bronkitis kronis dan
gangguan kehamilan. Dalam rangka melindungi perokok pasif dari asap rokok, maka
dalam ketentuan ini kepada pimpinan dan penanggung jawab tempat umum dan tempat
kerja diharuskan melakukan upaya terbentuknya kawasan tanpa rokok.
Bahaya asap rokok bagi kesehatan
menjadi semakin lebih besar di tempat-tempat yang berpendingin udara air (air
conditioning/AC) atau kurang sirkulasi udara.
Pasal 25
Tempat
khusus dimaksud Pasal ini harus terpisah dan tidak berhubungan dengan ruangan
tanpa rokok.
Pasal 26
Peran masyarakat dimana di dalamnya
termasuk setiap orang yang memproduksi dan yang memasukkan rokok ke dalam
wilayah Indonesia (produsen dan importir) merupakan wujud konkrit pelaksanaan
kewajiban setiap orang untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya
sebagaimana diamanatkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Menteri dapat mendorong atau
menggerakkan serta memberikan fasilitas bagi terbentuknya Forum Komunikasi
Nasional Penaggulangan Masalah Rokok, guna menampung aspirasi yang berkembang
dalam peranan yang diberikan oleh masyarakat.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Dalam
penyebarluasan informasi dan pengertian dimaksud Pasal ini perlu diikutsertakan
unsur Pemerintah Daerah.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Ketentuan
ini berlaku untuk jenis rokok yang di masyarakat dikenal sebagai rokok putih
dan kretek, yang dibuat dengan menggunakan mesin.
Ayat (2)
Penentuan
skala industri besar atau kecil didasarkan pada ketentuan yang berlaku dalam
bidang perindustrian.
Dalam
hal industri rokok kretek buatan tangan yang tergolong industri besar, yang
proses produksinya dilakukan melalui industri rokok kretek yang digolongkan
industri kecil, terhadapnya tetap berlaku ketentuan peralihan industri besar
yaitu 5 (lima)
tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3906
No comments:
Post a Comment